PANGKALPINANG, IT - Seseorang wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik : antara lain bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Wartawan Indonesia disebut Jurnalis atau pewarta dalam melaksanakan tugas jurnalistik menempuh dengan cara-cara yang profesional.
Selain itu, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Hal ini yang disampaikan oleh Kepala Dinas PUPR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jantani kepada jejaring media KBO Babel bahwa dirinya pun sangat mengerti dan memahami seorang wartawan/jurnalis dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya diatur dalam kode etik jurnalistik (KEJ) yang berlaku secara nasional melalui keputusan Dewan Pers No 03/ SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret 2006.
Selain itu, Jantani menanggapi terkait dirinya yang kerapkali menjadi objek pemberitaan oleh salah satu media online di Bangka Belitung yang untuk digiring dan dipaksa menjadi tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) aliran dana fee 20 persen proyek pemeliharaan rutin tahun anggaran 2021 di Dinas PUPR Babel.
"Saya sangat memahami dan menghormati profesi seorang wartawan atau jurnalis dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dilindungi undang-undang Pers, namun seorang wartawan yang profesional itu selalu berpedoman dan memegang teguh atau taat kepada kode etik jurnalistik sehingga produk berita dari tulisan itu benar-benar pemberitaan yang akurat memberi nilai informasi yang baik dan edukatif kepada masyarakat yang membacanya bukan berdasarkan opini dan tendensius apalagi seolah-olah berita pesanan dari pihak lain, tentu itu sangat merugikan orang dan masyarakat,"ungkap Jantani, Minggu (6/03/2022).
Dikatakannya, dalam pemberitaan di salah satu media online Babel (ForumKeadilanBabel.com) kerapkali menjadi dirinya menjadi objektif pemberitaan yang tidak berimbang dan sesuai fakta, bahkan penulis terkesan memaksa bahwa dirinya harus digiring menjadi seorang tersangka dalam perkara aliran dana fee 20%.
"Masak penulis nga mengikuti perkembangan perkara ini, saya sudah berkali-kali dipanggil diminta keterangan oleh pihak penyidik Kejati Babel dalam perkara ini? Dan pihak Kejati Babel sudah bekerja melaksanakan tugasnya secara profesional dengan baik dan benar berpegang dengan asas praduga tidak bersalah,"kata kepala PUPR Babel.
Lanjutnya,"Inikah aneh diri saya diberitakan untuk digiring atau dipaksakan dijadikan tersangka dalam perkara ini, maaf jika saya katakan penulis kurang profesional dan tidak memahami KEJ wartawan Indonesia, seperti yang saya sampaikan diawal penulis sudah mempunyai niat tidak baik atau beritikad buruk, artinya sama dengan menzholimi dirinya, memang selama ini saya diam dan mengamati, saya pun masih berprasangka baik dengan penulis, tapi perlu saya tegaskan wartawan pun tidak kebal hukum kita sama-sama diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan taat hukum, jika manusia sudah berada diatas ambang sabar jangan salahkan dirinya merasa dizholimi dengan pemberitaan tersebut akan melawan dengan cara-cara yang diatur oleh undang-undang,"tegas Jantani.
Menurutnya, narasi berita yang disajikan bukan berdasarkan fakta tapi pengiring opini yang dibumbui oleh penulis dengan narasumber yang tidak berkompeten tentunya memberi kesan ada kepentingan yang menunggangi penulis dan narasumber, hal ini masyarakat dapat melihat dan menilai kualitas penulis tidak profesional dan memahami KEJ.
Selain itu, diungkapkan narasi berita dari penulis dinilai cenderung menuding dirinya adalah pelaku korupsi yang hanya belum ditetapkan jadi tersangka oleh Kejati Babel, tulisan tersebut berdampak bukan kepada dirinya saja, namun secara psikologis kepada kehidupan orang lain/keluarga yang membaca berita.
"Aneh saja narasumber yang menanggapi perkara ini itu-itu saja orangnya, sebaiknya narasumber pun harus yang memiliki kompetensi dan integritas yang sesuai dengan kemampuannya, dan siapapun akan melakukan perlawanan jika kehidupan pribadi dan keluarganya terusik, coba hal ini terjadi kepada dirinya atau keluarganya (penulis-red) bagaimana perasaannya" pungkasnya.
(Rikky Fermana) IT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar