JAKARTA, IT – Fenomena maraknya jurnalis merangkap tugas atau jabatan di sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun ormas mendapat sorotan tajam dari Dewan Pers.(28/11/2023).
Menyikapi hal ini, Dewan Pers pun meminta kepada seluruh wartawan yang terlibat dalam kegiatan baik sebagai anggota ataupun pengurus pada LSM atau ormas tertentu agar mengundurkan diri dari aktivitasnya tersebut.
Pasalnya, gejala wartawan merangkap tugas dan jabatan di LSM dan ormas ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Masyarakat merasa tidak nyaman dan terusik oleh berbagai aktivitas aktivis LSM atau ormas berkedok jurnalis ini.
Sebab, sebagian besar wartawan merangkap pengurus LSM dan ormas ini dalam kerja jurnalistiknya selalu mencampuradukkan kepentingan jurnalistik dengan agenda-agenda organisasi mereka.
Hal inilah yang membuat independensi pers ternodai dan tercederai oleh oknum-oknum yang membenarkan praktik-praktik melawan hukum dengan berlindung pada jubah pers.
Menindak kejadian ini, Dewan Pers mengeluarkan imbauan Nomor: 02/S-DP/XI/2023 Tentang Perangkapan Profesi Wartawan dan Keanggotaan LSM yang diterbitkan di Jakarta (20/11/2023) dengan ditandatangani Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, SH, MS.
Dalam seruan itu, Dewan Pers, menyebut hak menjadi aktivis LSM dan ormas adalah sesuatu yang dijamin oleh konstitusi.
Akan tetapi, untuk menjaga keprofesionalan tugas-tugas jurnalistik, maka seorang wartawan seyogyanya bisa membedakan dan memisahkan kepentingan kedua jenis profesi tersebut.
“Lebih baik lagi apabila wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan/aktivitas LSM atau organisasi kemasyarakatan tertentu demi menjaga kemurnian pers profesional,” seru Dewan Pers sebagaimana dikutip dari Seruan Dewan Pers Nomor: 02/S-DP/XI/2023.
Dewan Pers pun dalam Seruannya mengingatkan mengenai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang di dalamnya mengatur mengenai wartawan.
Berikut ini hal-hal mengenai wartawan di dalam Undang-Undang tersebut:
Menyikapi hal ini, Dewan Pers pun meminta kepada seluruh wartawan yang terlibat dalam kegiatan baik sebagai anggota ataupun pengurus pada LSM atau ormas tertentu agar mengundurkan diri dari aktivitasnya tersebut.
Pasalnya, gejala wartawan merangkap tugas dan jabatan di LSM dan ormas ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Masyarakat merasa tidak nyaman dan terusik oleh berbagai aktivitas aktivis LSM atau ormas berkedok jurnalis ini.
Sebab, sebagian besar wartawan merangkap pengurus LSM dan ormas ini dalam kerja jurnalistiknya selalu mencampuradukkan kepentingan jurnalistik dengan agenda-agenda organisasi mereka.
Hal inilah yang membuat independensi pers ternodai dan tercederai oleh oknum-oknum yang membenarkan praktik-praktik melawan hukum dengan berlindung pada jubah pers.
Menindak kejadian ini, Dewan Pers mengeluarkan imbauan Nomor: 02/S-DP/XI/2023 Tentang Perangkapan Profesi Wartawan dan Keanggotaan LSM yang diterbitkan di Jakarta (20/11/2023) dengan ditandatangani Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, SH, MS.
Dalam seruan itu, Dewan Pers, menyebut hak menjadi aktivis LSM dan ormas adalah sesuatu yang dijamin oleh konstitusi.
Akan tetapi, untuk menjaga keprofesionalan tugas-tugas jurnalistik, maka seorang wartawan seyogyanya bisa membedakan dan memisahkan kepentingan kedua jenis profesi tersebut.
“Lebih baik lagi apabila wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan/aktivitas LSM atau organisasi kemasyarakatan tertentu demi menjaga kemurnian pers profesional,” seru Dewan Pers sebagaimana dikutip dari Seruan Dewan Pers Nomor: 02/S-DP/XI/2023.
Dewan Pers pun dalam Seruannya mengingatkan mengenai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang di dalamnya mengatur mengenai wartawan.
Berikut ini hal-hal mengenai wartawan di dalam Undang-Undang tersebut:
1. Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”.
2. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”.
3. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”.
Penafsiran: Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers”.
4. Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Cara–cara profesional antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.
(Red) IT
Sumber : Dewan Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar